Penatalaksanaan Status Epilepticus Pdf

Posted on -

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik.

Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bukan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. Pada kondisi status epileptikus pasien dapat mengalami syok. 1 Sindroma klinis syok merupakan masalah dramatis, dinamis dan mengancam jiwa yang sering dihadapi klinisi.

Epilepticus

Status Epilepticus Guidelines

Status epilepticus definition

Semua dokter yang melaksanakan perawatan anak sakit akan dihadapkan dengan masalah sindroma klinis syok. Tanpa intervensi yang cepat dan tepat akan menyebabkan terjadinya gagal multiorgan dan kematian. Syok merupakan diagnosis klinis, tetapi pengenalan tanda-tanda klinis syok pada anak masih merupakan masalah.

Karena itu pengenalan dini terhadap tanda-tanda syok dan tatalaksana yang tepat sangat penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat syok. Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit.

Guideline of status epilepticus Initial treatment: pre-hospital; hospital Second step treatment Refractory status epilepticus Super-refractory status epilepticus. 50 Convulsive Status Epilepticus Guideline will need local scrutiny and adjustment in order to make it relevant to the social and economic environments in which it.

ORIGINAL ARTICLES The EEG of Status Epilepticus Peter W. Kaplan Summary: Gastaut noted that there are as many forms of status epilepticus (SE) as there are seizure types.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Status epileptikus adalah gawat darurat medik yang memerlukan pendekatan terorganisasi dan terampil agar meminimalkan mortalitas dan morbiditas yang menyertai. Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus.

Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (sederhana atau kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum ( overt atau subtle) dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens).

Penatalaksanaan Status Epilepticus Pdf

Versi ketiga dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa, hanya dewasa). Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angka kejadian kira-kira 60.000 – 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Pada sepertiga kasus, status epileptikus merupakan gejala yang timbul pada pasien yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat antikonvulsan. Mortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen, tetapi mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status epileptikus kira-kira 10 persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi bimodal dengan puncak pada neonatus, anak-anak dan usia tua. Kejang demam yang berlangsung selama lebih dari 30 menit, terutama pada anak yang berumur kurang dari 3 bulan, merupakan penyebab status epileptikus yang paling lazim.

Kelompok idiopatik termasuk penderita epilepsi yang mengalami penghentian antikonvulsan mendadak (terutama benzodiazepin dan barbiturate) yang disertai dengan status epileptikus. Anak epilepsi yang diberi antikonvulsan yang tidak teratur atau yang tidak taat adalah lebih mungkin berkembang status epileptikus. Kurang tidur dan infeksi yang menyertai cenderung menjadikan penderita epilepsi lebih rentan terhadap status epileptikus. Mortalitas dan morbiditas pada penderita dengan kejang lama dan status epileptikus adalah rendah. Status epileptikus karena penyebab lain mempunyai mortalitas yang jauh lebih tinggi dan penyebab kematian biasanya secara langsung dapat dianggap berasal dari kelainan yang mendasari. Ensefalopati anoksik berat datang dengan kejang selama umur beberapa hari, dan prognosis akhir sebagian berkaitan dengan pengurangan dalam pengendalian kejang.

Kelainan elektrolit, hipokalsemia, hipoglikemia, intoksikasi obat, intoksikasi timah hitam, hiperpireksia ekstrem, dan tumor otak terutama pada frontalis, merupakan penyebab tambahan status epileptikus. Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang dimana tekanan darah, pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan syaraf yang irreversibel.

Komplikasi status epileptikus, yaitu: 3,4. Otak: Peningkatan Tekanan Intra Kranial, Oedema serebri, Trombosis arteri dan vena otak, Disfungsi kognitif. Gagal Ginjal: Myoglobinuria, rhabdomiolisis. Gagal Nafas: Apnoe, Pneumonia, Hipoksia, Hiperkapni, Gagal nafas. Pelepasan Katekolamin: Hipertensi, Oedema paru, Aritmia, Glikosuria, dilatasi pupil, Hipersekresi, hiperpireksia. Jantung: Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme. Metabolik dan Sistemik: Dehidrasi, Asidosis, Hiper/hipoglikemia, Hiperkalemia, Hiponatremia, Kegagalan multiorgan.

Idiopatik: Fraktur, tromboplebitis, DIC. Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO 2.

Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani. Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi ( dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai “slow motion movie” dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama.

Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus ( monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati. Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.

Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Lini pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam ( Valium), Lorazepam ( Ativan), dan Midazolam ( Versed). Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.

Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus.

Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50%), aritmia jantung (2%). Fenitoin parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9% untuk mencegah lokal iritasi: tromboplebitis dan “purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak digunakan untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan terbentuknya mikrokristal. Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit. Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40% kasus.

Kejang berlanjut dengan alasan yang cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia rekuren, atau hipokalsemia persisten. Kesalahan diagnosis kemungkinan lain: tremor, rigor dan serangan psikogenik dapat meniru kejang epileptik. Mortalitas pada status epileptikus refrakter sangat tinggi dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama.

Kedaruratan pada anak. UKK Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Indonesia.

Tata Laksana Syok Pada Anak. Manado: Juli 2011. Huff JS. Status Epilepticus.

diakses tanggal 04 april 2014. Haslam HA.

Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Dalam: editor Behrman, Kliegman, Arvin. Status Epileptikus. Jakarta: EGC; 2000.

Pp 2067-68. Christian M. Korff Douglas R. Nordli Jr.

Current Pediatric Therapy, 18th ed. In: Burg DF, editor. Status Epilepticus.

USA: Saunders; 2006. CavazosJE,SpitzM.StatusEpilepticus. diakses tanggal 05 April 2014. Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI;2005.pp 855-59.

Ilae. Status Epilepticus. diakses tanggal 06 April 2014. Heafield MT. Managing Status Epilepticus. Edisi 8 April 2000.

diakses tanggal 06 April 2014. Kania N. Kejang pada anak. Penanganan Kejang Pada Anak. Bandung: Februari 2008. (diakses tanggal 08 April 2014).

Rekomendasi Tata Laksana Syok berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia No. 004/Rek/PP IDAI/III/2014 idai.com (diakses tanggal 06 April 2014).